OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF UU NO 23 TAHUN 2021
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pada masa sebelum 1998, kekuasaan
Pemerintah Pusat negara Republik Indonesia sangat sentralistik dan semua daerah
di republik ini menjadi perpanjangan tangan kekuasaan Jakarta (pemerintah
pusat). Dengan kata lain, rezim Orde Baru mewujudkan kekuasaan sentripetal,
yakni berat sebelah memihak pusat bukan pinggiran (daerah). Daerah yang kaya
akan sumber daya alam, ditarik keuntungan produksinya dan dibagi-bagi di antara
elite Jakarta, alih-alih diinvestasikan untuk pembangunan daerah. Akibatnya,
pembangunan antara di daerah dengan di Jakarta menjadi timpang.
B.J.
Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presiden pasca-Orde Baru membuat
kebijakan politik baru yang mengubah hubungan kekuasaan pusat dan daerah dengan
menerbitkan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Otonomi
Daerah atau yang biasa disebut desentralisasi. Dengan terbitnya undang- undang
ini, daerah tidak lagi sepenuhnya bergantung pada Jakarta dan tidak lagi mau
didikte oleh pusat. Bahkan, beberapa daerah, seperti Aceh, Riau dan Papua
menuntut merdeka dan ingin berpisah dari Republik Indonesia.
Pada
masa awal reformasi, selain adanya keinginan provinsi memisahkan dari republik,
juga bermuncukan aspirasi dari berbagai daerah yang menginginkan dilakukannya
pemekaran provinsi atau kabupaten. Dalam upaya pembentukan provinsi dan
kabupaten baru ini, tarik-menarik antara kelompok yang setuju dan tidak setuju
terhadap pemekaran daerah sebagai akibat dari otonomi daerah meningkatkan suhu
politik lokal. Indikasi ini tercermin dari munculnya ancaman dari masing-masing kelompok yang pro dan
kontra terhadap terbentuknya daerah baru, mobilisasi massa dengan sentimen
kesukuan, bahkan sampai ancaman pembunuhan.
Berangsur-angsur,
pemekaran wilayah pun
direalisasikan dengan
pengesahannya oleh Presiden Republik Indonesia melalui undang-undang. Sampai
dengan tanggal 25 Oktober 2002, terhitung empat provinsi baru lahir di negara
ini, yaitu Banten, Bangka Belitung, Gorontalo, dan Kepulauan Riau. Pulau Papua
yang sebelumnya merupakan sebuah provinsi pun saat ini telah mengalami
pemekaran, begitu pula dengan Kepulauan Maluku.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa itu Otonomi dan Bagaimana Penerapannya?
1.2.2
Menganalisa
Yuridis Pelaksanaan Otonomi daerah Menurut UU Nomor 23 Tahun 2014!.
1.3 Metode
Penulisan
Makalah ini disusun dengan metode
studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan sumber penulisan dari bahan-bahan
pustaka.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Otonomi Dan Penerapannya
Di dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah dijelasakan bahwa
otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan dari otonomi daerah ini
yaitu adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan
sejahtera, agar setiap orang bisa hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena
memperoleh kemudahan dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat. Adapun skrup kecil
dari pelaksanaan otonomi ini bertitik pada Desa, yang mana selaras dengan yang
dijelaskan pula dalam Undang-undang ini
bahwa “Desa adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarakan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan republik indonesia”. Berdasarkan
hal inilah maka desa harus dipahami sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya untuk mencapai kesejahteraan. Di dalam Pasal 372 UU
No 23 Tahun 2014 berbunyi :
1
Pemerintah
Pusat,Pemerintah Daerah Propinsi,dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat
menugaskan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kepada desa;
2
Pendanaan untuk
melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada desa oleh Pemerintah Pusat dibebankan kepada APBN;
3
Pendanaan
untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada desa oleh
Pemerintah propinsi dibebankan kepada APBD propinsi;
4
Pendanaan
untuk melaksakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada desa oleh
pemerintah akbupaten/kota dibebankan kepada APBD.
Penyelenggaraan fungsi
pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan
urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang
cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang yang mengatur
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana
besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara
Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan
pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah. Daerah
diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa
kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah
yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi
daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional
yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya dan hak untuk mengelola kekayaan daerah dan
mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber
pembiayaan. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada dasarnya Pemerintah
menerapkan prinsip uang mengikuti fungsi. Dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerja sama dengan daerah lain
yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik,
sinergi dan saling menguntungkan. Kerja sama tersebut dapat diwujudkan dalam
bentuk badan kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama.
2.2 Analisis Yuridis Pelaksanaan Otonomi daerah Menurut
UU Nomor 23 Tahun 2014.
Berlakunya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, menjelaskan
kedudukan dan fungsi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (2)
Pemerintah Daerah dan DPRD bersama-sama melaksanakan Otonomi Daerah. Kemudian
Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan
mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan
dan diberikan otonomi yang seluas-luasnya. Pemberian otonomi yang seluasluasnya
kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di
samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi,
Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberian otonomi yang seluas-seluasnya kepada daerah dilaksanakan berdasarkan
prinsip negara kesatuan. Dalam negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada
pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan tidak ada kedaulatan pada
Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada Daerah,
tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan tetap ada
ditangan Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah pada Negara kesatuan
merupakan satu kesatuan dengan Pemerintahan Nasional.
Sejalan dengan itu,
kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh Daerah merupakan bagian integral
dari kebijakan nasional. Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus daerahnya sesuai aspirasi dan
kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum
nasional dan kepentingan umum. Untuk mengatur dan mengurus kehidupan warganya
maka Pemerintah Pusat dalam membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan
lokal dan sebaliknya Pemerintrah Daerah dengan DPRD ketika membentuk kebijakan
daerah baik dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) maupun kebijakan lainnya
(Peraturan dan Keputusan Gubernur) hendaknya juga memperhatikan kepentingan
nasional.
Menurut Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam menjalankan otonomi
daerah Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban yang sudah diatur secara
eksplisit dan jelas. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.tentang
Pemerintahan Daerah bahwa Pemerintah Daerah (Kepala Daerah) memiliki Hak dan
kewajiban, yaitu:
1
Kepala
daerah mempunyai tugas:
a. memimpin pelaksanaan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan
peraturan perundangundangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. menyusun dan
mengajukan rancangan Perda tentangRPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD
kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;
d. menyusun dan
mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan
APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
DPRD untuk dibahas bersama;
e. mewakili Daerahnya
di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk
mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
f. mengusulkan pengangkatan
wakil kepala daerah;
g. melaksanakan tugas
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala daerah berwenang:
a. mengajukan
rancangan Perda;
b. menetapkan
Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
c. menetapkan
Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. mengambil
tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah
dan/atau masyarakat;
e. melaksanakan
wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3
Kepala
daerah yang sedang menjalani masa tahanandilarang melaksanakan tugas dan
kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2
4
Dalam
hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan
wewenang kepala daerah.
5
Apabila
kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atauberhalangan sementara dan tidak
ada wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari
kepala daerah.
6
Apabila
kepala daerah dan wakil kepala daerah sedangmenjalani masa tahanan atau
berhalangan sementara, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala
daerah.
Keterkaitan antara keduanya secara tegas dirumuskan
dalam UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) Pasal 57 ayat
2 bahwa keduanya sebagai mitra sejajar yang sama-sama melakukan tugas sebagai
penyelenggara pemerintahan daerah. Itu berarti bahwa salah satu dari keduanya
tidak boleh ada yang disubordinatkan. Tidak ada peran yang bisa disubstitusikan
oleh lembaga lain. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang sepatutnya diteropong
untuk diketahui bersama antara keduanya dalam membangun hubungan yang ideal dan
harmonis yakni:
1
Legitimasi
kekuasaan. Kedua lembaga (legislatif dan eksekutif) ini samasama mendapat
legitimasi rakyat, keduanya dipilih rakyat secara langsung. Yang membedakan
legitimasi tersebut adalah derajatnya. Tak dapat disangkal bahwa legitimasi
kepala daerah/wakil kepala daerah lebih besar dibanding dengan DPRD.
2
Masyarakat
di daerah. Bagi eksekutif, masyarakat adalah pihak yang harus dilayani,
dipuaskan dengan berbagai kebijakan populis yang dibuat bersama legislatif.
Sedangkan bagi DPRD yang berasal dari parpol, masyarakat adalah konstituen dan
basis politik yang sangat mempengaruhi evolusi partai yang berjalan linear
dengan kepentingan individunya. Masyarakat baik bagi parpol maupun pemerintah
daerah adalah sumber legitimasi, dan mandat politik atau kekuasaan.
3
Posisi
politik masing-masing. Baik DPRD maupun pemerintah daerah merupakan mitra
sejajar dan penyelenggara pemerintahan di daerah (Pasal 19). Peran tersebut
harus diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayananan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkaan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
NKRI.
4
Saling
memahami tugas, wewenang, kewajiban dan bahkan larangan yang sudah digariskan
oleh UU Pemda. Misalnya untuk kepala daerah /wakil kepala daerah pada Pasal 65,
66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76 dan Pasal 77. Sedang untuk DPRD
Pasal 96, 97, 98, 99,100,101,102, 103, 104, 105, 106, 107, 108 dan Pasal 109
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam pasal 6 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dijelaskan bahwa otonomi Daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan dari otonomi daerah ini yaitu adalah
demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju dan sejahtera, agar
setiap orang bisa hidup tenang, nyaman, wajar oleh karena memperoleh kemudahan
dalam segala hal di bidang pelayanan masyarakat. Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
menjelaskan kedudukan dan fungsi pemerintahan
daerah sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (2) Pemerintah Daerah dan DPRD
bersama-sama melaksanakan Otonomi Daerah. Kemudian Pasal 18 ayat (2) dan ayat
(5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
Pemerintahan Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomi
yang seluas-luasnya. Pemberian otonomi yang seluasluasnya kepada daerah
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
3.2
Saran
Saran saya agar
penerapan otonomi daerah ini lebih ditingkatkan pengawasannya, dan peran
pemerintah pusat tetap memberikan kontrol terhadap daerah daerah yang masih kesusahan
dalam menjalankan otonomi daerah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-undang (UU) tentang Pemerintahan Daerah pada
link https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38685/uu-no-23-tahun-2014 Diakses [Online] pada tanggal 15
Desember 2021 pukul 19.00 Wita.
Jurnal Hukum pada link http://repository.unissula.ac.id/6968/5/BAB%20I_1.pdf Diakses [Online] pada tanggal 15
Desember 2021 pukul 19.10 Wita.
Jurnal Hukum pada link https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/400/280 Diakses [Online] pada tanggal 15
Desember 2021 pukul 19.45 Wita.
Jurnal Hukum pada link http://scholar.unand.ac.id/4486/16/BAB%20I%20%28Pendahuluan%29.pdf Diakses [Online] pada tanggal 15
Desember 2021 pukul 20.12 Wita.
Comments
Post a Comment