ARTIKEL AGAMA HINDU

 PENULIS :   @PUTUEKAYOGA (IG)

"DHARMA TULA SEBAGAI MEDIA UNTUK MEMPERKUAT KARAKTER HINDU

DAN MEMBANGKITKAN RASA BANGGA MENJADI HINDU DALAM UPAYAMEMBENTENGI “AKSI KONVERSI AGAMA"


Agama memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia karena agama adalah salah satu sarana manusia memenuhi kebutuhan rohani dan mencari ketenangan. Agama mengajarkan dan membimbing umatnya untuk menjadi pribadi yang baik, sesuai yang diajarkan oleh kitab suci masing-masing agama. Begitu pula halnya dengan agama Hindu, yang ajarannya adalah wahyu yang bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Semua wahyu Tuhan dihimpun dalam kitab suci Veda, yaitu yang terdiri dari Rgveda, Samaveda, Yajurveda dan Atharvaveda. Weda membimbing umat hindu kejalan yang benar sesuai dengan koridor agama. Agama Hindu mempunyai tujuan yang sangat mulia dan konkrit, yaitu tujuan yang tidak saja meliputi aspek- aspek material, melainkan juga tujuan dalam aspek-aspek spiritual. Agama Hindu mengajarkan kepada umatnya, agar di dalam kehidupannya bersikap dan berperilaku yang baik yakni berpikir, berkata dan berbuat untuk bertindak berpedoman pada ajaran agama (phdi.or.id).

 

Kita sebagai umat Hindu memiliki tujuan hidup yaitu mewujudkan jagaddhita (kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia) dan untuk mencapai moksa, yakni kebahagiaan sejati, bersatunya Atman dengan Paramatman (phdi.or.id). Untuk mencapai tujuan hidup kita, kita perlu meningkatkan kualitas sradha dan bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Namun, dewasa ini banyak sekali kita menemukan kasus-kasus penurunan kualitas sradha dan bhakti seseorang, salah satunya yang paling marak adalah aksi merubah keyakinan atau juga disebut “Konversi Agama”. Ada 2 kasus yang sama yang terhimpun yaitu yang pertama di Desa Sumbersari, Kecamatan Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi (diakses dari artikel www.widyagenitristahds.or.id) dan di


    Dusun Bukit sari, Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali (diakses dari jurnal http://repository.uksw.edu) disebutkan bahwa terjadi konversi agama beberapa KK dari agama Hindu menjadi Kristen Protestan. Dalam kedua penelitian tersebut, dijelaskan bahwa selain faktor eksternal juga terdapat faktor internal yang mempengaruhi adanya konversi agama, yaitu faktor yang berasal dari dalam pribadi itu sendiri akibat kegundahan dalam komitmennya. Jadi secara tersirat, sradha dan bhakti dari oknum-oknum tersebut tidak kuat dan juga masih adanya sifat Moha dalam dirinya yaitu kebingungan sebagai akibat dari Sad Ripu.

 

Ilustrasi :



Dengan adanya aksi konversi agama, menandakan bahwa rasa bangga menjadi seorang Hindu itu masih lemah atau bahkan tidak ada dan menjadi bukti bahwa kualitas karakter Hindunya tergolong rendah. Pada kitab suci weda “Bhagawadgita, XVI.23” tersurat :

 

“Yah sartrawidhim utsrijjya Wartate kamakaratah

Na sa siddhim awapnoti

Na sukham na param gatim”

Artinya Ia yang meninggalkan ajaran-ajaran kitab suci weda, ada di bawah pengaruh kama atau nafsu, tidak akan mencapai kesempurnaan, kebahagiaan, tujuan tertinggi/moksa. Dengan sloka ini secara tersurat menyatakan bahwa ia yang meninggalkan ajarannya tidak akan bisa mencapai kesempurnaan dengan dapat bersatunya atma dengan paramaatman,yang sejatinya merupakan impian setiap orang. Melanjuti hal ini, karena ia sudah meninggalkan agama Hindu, berarti tidak bisa lagi membayar tiga macam hutang Agama Hindu yang disebut juga dengan Tri Rna. Dalam kitab suci “Manawa Dharmasastra, VI.35” tersurat:


“Rinani trinyapakritya Manomokse niwecayet Anapakritya moksam tu Sewamano wrajatyadhah”

 

Artinya kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya (kepada Brahman, kepada leluhur, dan kepada orang tua), hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk mencapai kebebasan terahir. Ia yang mengejar kebebasan terahir ini tanpa menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam kebawah (lembah neraka). Jadi dengan terjemahan dari sloka pada kitab suci Manawa Dharmasastra, VI.35


    Kita bisa mengambil suatu pelajaran bahwa kita hidup di dunia yaitu untuk memperbaiki kharma kita melalui pelaksanaan Panca Yadnya sebagai wujud implementasi dari adanya tiga hutang yang disebut Tri Rna. Lantas, Bagiamana solusi yang tepat untuk dapat mengatasi permasalahan konversi agama? Saya berpendapat bahwa solusi yang paling tepat adalah dengan adanya diskusi keagamaan atau temu wicara tentang ajaran agama Hindu dan Dharma yang disebut dengan “Dharma Tula” kepada seluruh umat Hindu, terkhusus untuk para generasi muda sebagai garda utama dalam menjaga keajegan Hindu dan sebagai penerus Agama Hindu.


Dharma tula itu sendiri adalah budaya belajar untuk meningkatkan peran serta keaktifan dari semua para partisipan, dengan adanya Dharma Tula dapat membuat para partisipan bisa bertukar gagasan sehingga nantinya bisa memberi ataupun menerima pendapat orang dan para partisipan akan dituntut untuk lebih kritis akan permasalahanan mengenai ajaran agama sehingga dari sinilah karakter Hindu akan terbentuk, bahkan akan menumbuhkan dan memupuk perasaan bangga bisa menjadi seorang Hindu. Kebanggan menjadi hindu bukan hanya diluapkan dengan perkataan ataupun pemikiran saja, namun harus diwujudkan dengan perilaku yang benar-benar kuat menjaga agar Hindu tetap menjadi pedoman hidup yang utama dalam kehidupan, jangan sampai sradha dan bhakti kita tergoyahkan atas berbagai cobaan dan godaan dalam hidup.


Pelaksanaan Dharma tula itu sendiri ditujukan untuk  memberikan motivasi spiritual kepada seluruh umat Hindu agar mereka mempunyai keyakinan yang kokoh akan agama yang dianutnya yaitu Hindu. Dharma tula sendiri merupakan kewajiban umat Hindu yang merupakan salah satu bagian dari Sad Dharma. Dharma Tula itu sendiri, dalam pelaksanaannya dapat dikaitkan dengan kegiatan menyambut atau merayakan hari-hari besar keagamaan seperti Galungan, Kuningan, Siwalatri ataupun Saraswati dan sebagaianya, sehingga dharma tula dapat dimanfaatkan menjadi media untuk diskusi juga dapat menjadi media belajar bagi umat hindu.


Dharma Tula saat ini merupakan jalan yang tepat untuk membentengi aksi konversi agama karena dengan pelaksanaan dharma tula itu sendiri, dapat membuat umat hindu sadar bahwa mereka patut berbangga menjadi seorang Hindu dikarenakan selain hindu menjadi agama tertua di Indoensia bahkan dunia, juga dikarenakan bahwa Agama hindu yang berpedoman Weda yang merupakan wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang senantiasa membimbing kita kejalan yang benar sebagai contoh dengan adanya ajaran Tri Kaya Parisudha, ajaran Panca Sradha dan sebagainya, selain itu agama hindu bukanlah agama yang bersifat dogmatik dan merupakan agama yang bersifat terbuka, artinya agama hindu dapat ditafsirkan sesuai dengan semangat zaman. Tidak terlupa pula, bahwa dalam Hindu kita diajarkan mengenai menjaga hubungan baik dengan Tuhan, sesama makhluk dan juga lingkungan yang kita kenal dengan Tri Hita karana  yang saat ini banyak diadaptasi khalayak ramai dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat berkelanjutan.


Menumbuhkan rasa bangga sebagai Hindu dalam pluralisme masyarakat sejatinya ditumbuhkan melalui diri sendiri, namun saya sendiri menyadari bahwa, dengan terlaksananya Dharma tula akan menjadi senjata  yang  ampuh  untuk dapat menanamkan nilai agama hindu ke dalam lubuk hati sanubari umat dan menumbuhkan rasa bangga dalam diri umat hindu, sehingga nilai agama benar-


benar merupakan bagian integral dalam diri pribadi umat hindu. Apabila Agama sudah menjadi bagian Integral dalam diri umat hindu, maka tidak akan ada lagi kasus- kasus seperti konversi Agama, dan mari kita kuatkan sradha dan bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk dapat membentengi diri dari segala larangannya, Namun yang terpenting jangan sampai rasa bangga kita menjadi seorang hindu mengusik ketentraman khayalak ramai, dengan menjelekan atau menghina agama lain, karena pada dasarnya semua umat beragama itu sama. Dan mari kita jaga kepluralitasan umat beragama di Indonesia. Salam Pluralisme!


“Janganlah napasmu meninggalkan-Nya, sekalipun berhenti bernapas dan pergi! Aku mendoakan dia ke Tujuh Resi: semoga mereka sampaikan kepada-Nya dalam kesehatan untuk usia tua!” (Atharvaveda 7.53.4)”


Comments

Popular posts from this blog

LEMBAGA PERKREDITAN DESA

ESSAY EKONOMI KREATIF

OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF UU NO 23 TAHUN 2021