ARTIKEL AGAMA HINDU
"DHARMA TULA SEBAGAI MEDIA UNTUK MEMPERKUAT KARAKTER HINDU
DAN MEMBANGKITKAN RASA BANGGA MENJADI HINDU DALAM UPAYAMEMBENTENGI “AKSI KONVERSI AGAMA"
Agama memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat
manusia karena agama adalah salah satu sarana manusia memenuhi kebutuhan rohani
dan mencari ketenangan. Agama mengajarkan dan membimbing umatnya untuk menjadi
pribadi yang baik, sesuai yang diajarkan oleh kitab suci masing-masing agama.
Begitu pula halnya dengan agama Hindu, yang ajarannya adalah wahyu yang
bersumber dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Semua wahyu
Tuhan dihimpun dalam kitab suci Veda, yaitu yang terdiri dari Rgveda, Samaveda,
Yajurveda dan Atharvaveda. Weda membimbing umat hindu kejalan yang benar sesuai
dengan koridor agama. Agama Hindu mempunyai tujuan yang sangat mulia dan
konkrit, yaitu tujuan yang tidak saja meliputi aspek- aspek material, melainkan
juga tujuan dalam aspek-aspek spiritual. Agama Hindu mengajarkan kepada
umatnya, agar di dalam kehidupannya bersikap dan berperilaku yang baik yakni
berpikir, berkata dan berbuat untuk bertindak berpedoman pada ajaran agama (phdi.or.id).
Kita sebagai umat Hindu memiliki tujuan hidup yaitu
mewujudkan jagaddhita (kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia) dan untuk
mencapai moksa, yakni kebahagiaan sejati, bersatunya Atman dengan Paramatman (phdi.or.id). Untuk mencapai tujuan hidup
kita, kita perlu meningkatkan kualitas sradha dan bhakti kita kepada Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Namun, dewasa ini banyak sekali kita menemukan kasus-kasus
penurunan kualitas sradha dan bhakti seseorang, salah satunya yang paling marak
adalah aksi merubah keyakinan atau juga disebut “Konversi Agama”. Ada 2 kasus
yang sama yang terhimpun yaitu yang pertama di Desa Sumbersari, Kecamatan
Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi (diakses dari artikel www.widyagenitristahds.or.id)
dan di
Dusun
Bukit sari, Desa Songan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali (diakses
dari jurnal http://repository.uksw.edu)
disebutkan bahwa terjadi konversi agama beberapa KK dari agama Hindu menjadi
Kristen Protestan. Dalam kedua penelitian tersebut, dijelaskan bahwa selain
faktor eksternal juga terdapat faktor internal yang mempengaruhi adanya konversi
agama, yaitu faktor yang berasal dari dalam pribadi itu sendiri akibat
kegundahan dalam komitmennya. Jadi secara tersirat, sradha dan bhakti dari
oknum-oknum tersebut tidak kuat dan juga masih adanya sifat Moha dalam dirinya
yaitu kebingungan sebagai akibat dari Sad Ripu.
Ilustrasi :
Dengan adanya aksi konversi agama, menandakan bahwa rasa
bangga menjadi seorang Hindu itu masih lemah atau bahkan tidak ada dan menjadi
bukti bahwa kualitas karakter Hindunya tergolong rendah. Pada kitab suci weda
“Bhagawadgita, XVI.23” tersurat :
“Yah
sartrawidhim utsrijjya Wartate kamakaratah
Na sa siddhim
awapnoti
Na sukham na param gatim”
Artinya Ia yang meninggalkan ajaran-ajaran kitab suci weda, ada di bawah pengaruh kama atau nafsu, tidak akan mencapai kesempurnaan, kebahagiaan, tujuan tertinggi/moksa. Dengan sloka ini secara tersurat menyatakan bahwa ia yang meninggalkan ajarannya tidak akan bisa mencapai kesempurnaan dengan dapat bersatunya atma dengan paramaatman,yang sejatinya merupakan impian setiap orang. Melanjuti hal ini, karena ia sudah meninggalkan agama Hindu, berarti tidak bisa lagi membayar tiga macam hutang Agama Hindu yang disebut juga dengan Tri Rna. Dalam kitab suci “Manawa Dharmasastra, VI.35” tersurat:
“Rinani
trinyapakritya Manomokse niwecayet Anapakritya moksam tu Sewamano wrajatyadhah”
Artinya kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya
(kepada Brahman, kepada leluhur, dan kepada orang tua), hendaknya ia
menunjukkan pikirannya untuk mencapai kebebasan terahir. Ia yang mengejar
kebebasan terahir ini tanpa menyelesaikan tiga macam hutangnya akan tenggelam
kebawah (lembah neraka). Jadi dengan terjemahan dari sloka pada kitab suci
Manawa Dharmasastra, VI.35
Kita
bisa mengambil suatu pelajaran bahwa kita hidup di dunia yaitu untuk
memperbaiki kharma kita melalui pelaksanaan Panca Yadnya sebagai wujud
implementasi dari adanya tiga hutang yang disebut Tri Rna. Lantas, Bagiamana
solusi yang tepat untuk dapat mengatasi permasalahan konversi agama? Saya
berpendapat bahwa solusi yang paling tepat adalah dengan adanya diskusi
keagamaan atau temu wicara tentang ajaran agama Hindu dan Dharma yang disebut
dengan “Dharma Tula” kepada seluruh umat Hindu, terkhusus untuk para
generasi muda sebagai garda utama dalam menjaga keajegan Hindu dan sebagai
penerus Agama Hindu.
Dharma tula itu sendiri adalah budaya belajar untuk
meningkatkan peran serta keaktifan dari semua para partisipan, dengan adanya
Dharma Tula dapat membuat para partisipan bisa bertukar gagasan sehingga
nantinya bisa memberi ataupun menerima pendapat orang dan para partisipan akan
dituntut untuk lebih kritis akan permasalahanan mengenai ajaran agama sehingga
dari sinilah karakter Hindu akan terbentuk, bahkan akan menumbuhkan dan memupuk
perasaan bangga bisa menjadi seorang Hindu. Kebanggan menjadi hindu bukan hanya
diluapkan dengan perkataan ataupun pemikiran saja, namun harus diwujudkan
dengan perilaku yang benar-benar kuat menjaga agar Hindu tetap menjadi pedoman
hidup yang utama dalam kehidupan, jangan sampai sradha dan bhakti kita
tergoyahkan atas berbagai cobaan dan godaan dalam hidup.
Pelaksanaan Dharma tula itu sendiri ditujukan untuk memberikan motivasi spiritual kepada seluruh
umat Hindu agar mereka mempunyai keyakinan yang kokoh akan agama yang dianutnya
yaitu Hindu. Dharma tula sendiri merupakan kewajiban umat Hindu yang merupakan
salah satu bagian dari Sad Dharma. Dharma Tula itu sendiri, dalam
pelaksanaannya dapat dikaitkan dengan kegiatan menyambut atau merayakan
hari-hari besar keagamaan seperti Galungan, Kuningan, Siwalatri ataupun
Saraswati dan sebagaianya, sehingga dharma tula dapat dimanfaatkan menjadi
media untuk diskusi juga dapat menjadi media belajar bagi umat hindu.
Dharma Tula saat ini merupakan jalan yang tepat untuk
membentengi aksi konversi agama karena dengan pelaksanaan dharma tula itu
sendiri, dapat membuat umat hindu sadar bahwa mereka patut berbangga menjadi
seorang Hindu dikarenakan selain hindu menjadi agama tertua di Indoensia bahkan
dunia, juga dikarenakan bahwa Agama hindu yang berpedoman Weda yang merupakan
wahyu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang senantiasa membimbing kita kejalan
yang benar sebagai contoh dengan adanya ajaran Tri Kaya Parisudha, ajaran Panca Sradha dan sebagainya, selain itu
agama hindu bukanlah agama yang bersifat dogmatik dan merupakan agama yang
bersifat terbuka, artinya agama hindu dapat ditafsirkan sesuai dengan semangat
zaman. Tidak terlupa pula, bahwa dalam Hindu kita diajarkan mengenai menjaga
hubungan baik dengan Tuhan, sesama makhluk dan juga lingkungan yang kita kenal
dengan Tri Hita karana yang saat ini
banyak diadaptasi khalayak ramai dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat berkelanjutan.
Menumbuhkan rasa bangga
sebagai Hindu dalam pluralisme masyarakat sejatinya ditumbuhkan melalui
diri sendiri, namun saya sendiri
menyadari bahwa, dengan terlaksananya Dharma tula akan menjadi senjata yang
ampuh untuk dapat menanamkan
nilai agama hindu ke dalam lubuk
hati sanubari umat dan menumbuhkan rasa bangga dalam diri umat hindu, sehingga
nilai agama benar-
benar merupakan bagian integral dalam diri pribadi umat hindu. Apabila Agama sudah menjadi bagian Integral dalam diri umat hindu, maka tidak akan ada lagi kasus- kasus seperti konversi Agama, dan mari kita kuatkan sradha dan bhakti kita kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa untuk dapat membentengi diri dari segala larangannya, Namun yang terpenting jangan sampai rasa bangga kita menjadi seorang hindu mengusik ketentraman khayalak ramai, dengan menjelekan atau menghina agama lain, karena pada dasarnya semua umat beragama itu sama. Dan mari kita jaga kepluralitasan umat beragama di Indonesia. Salam Pluralisme!
“Janganlah napasmu
meninggalkan-Nya, sekalipun berhenti bernapas dan pergi! Aku mendoakan dia ke
Tujuh Resi: semoga mereka sampaikan kepada-Nya dalam kesehatan untuk usia tua!”
(Atharvaveda 7.53.4)”
Comments
Post a Comment