PARIWISATA BALI DENGAN KONSEP TRI HITA KARANA

 

“Realisasi Konsep Tri Hita Karana yang Selaras dengan Pasal 5 ayat 1 UU No. 10 Tahun 2009 terhadap Pariwisata Pulau Bali”
 

Abstrak

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai manfaat terhadap masyarakat setempat dan sekitarnya. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya. Pariwisata mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat bahkan bagi Negara sekalipun,manfaat pariwisata dapat dilihat dari berbagai aspek/segi yaitu manfaat pariwisata dari segi ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, nilai pergaulan dan ilmu pengetahuan, serta peluang dan kesempatan kerja.

Di Indonesia ada Undang-Undang yang mengatur tentang kepariwisataan yaitu undang undang nomor 10 tahun 2009 yang dijadikan senagai landasan dalam penerapan pariwisata diIndonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tangal 16 Januari 2009 di Jakarta. UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan diundangkan pada tanggal 16 Januari 2009 oleh Menkumham Andi Mattalatta dan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11. Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966, agar semua orang mengetahuinya. Dasar hukum Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dijelaskan dalam UU kepariwistaan bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia, jadi tidak ada batasan dan tidak ada yang membatasi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata kemanapun.


Prinsip Penyelenggaraan Pariwisata

Dalam BAB III Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 pasal 5 terdapat 8 prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yaitu :

1.               menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa,

hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;

           2.            menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;

3.               memberi     manfaat     untuk    kesejahteraan     rakyat,     keadilan,     kesetaraan,     dan  proporsionalitas;

            4.           memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;

            5.            memberdayakan masyarakat setempat;

 6.          menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan       satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku     kepentingan;

7.               mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang             pariwisata; dan

            8.              memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari ke 8 prinsip ini harus dijalankan secara seimbang sehingga penerapan kepariwitaan dapat berjalan sesuai yang diinginkan. Namun dalam penerapannya di lapangan pasti akan ada saja tidak keseimbangan dalam menjalankan prinsip tersebut karena banyak faktor baik intern maupun ekstern.

Menurut saya sendiri ada satu prinsip yang sudah terimplementasi dengan baik untuk pariwitasata di Indonesia khsusunya pariwisata di Pulau Bali yaitu adalah prinsip pertama yaitu:

“menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan”.


Prinsip diatas sendiri merupakan rohnya dari pariwisata Bali dimana hal ini selaras dengan adanya konsep Tri hita karana yaitu adalah konsep tentang bagaimana caranya mewujudkan keharmonisasian antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan tumbuhan/alam. Harmonisasi tersebut kemudian menciptakan dan membangun sebuah konsep wisata budaya (cultural tourism) dengan prinsip pariwisata berkelanjutan dan pelestarian lingkungan yang nantinya diharapkan mampu untuk berkembang dan diadaptasi di masa mendatang.

Pembangunan pariwisata membutuhkan tiang-tiang penyangga yang kokoh, sesai dengan karakteritik produk pariwisata tersebut. Implementasi Tri hita karana dalam pembangunan pariwisata pada dasarnya mengontrol kapitalisme industri pariwisata dengan menanamkan kesadaran moral dan etika keagamaan (Parahyangan), kemanusiaan (Pawongan) dan lingkungan (Palemahan). Dengan demikian diharapkan pariwista tidak sekedar mengejar keuntungan ekonomi semata, tetapi juga mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya serta konservasi lingkungan secara berkelanjutan. Pengejewantahan aspek Parahyangan dalam pengelolaan industri pariwisata yang berimplikasi kepada revitalisasi nilai-nilai religi local, tidak saja penting artinya bagi kesejahteraan batiniah manusia, tetapi juga memberi corak dan nuansa tersendiri bagi pariwisata itu sendiri. Pengejewantahan aspek Pawongan dalam pengelolaan pariwisata memposisikan pranata- pranata social masyarakat lokal sebagai acuan bagi pola-pola hubungan baik antar sesama pelaku pariwisata maupun antara pelaku pariwisata dengan lingkungan social setempat. Hal ini tidak saja berimplikasi kepada terciptanya hubungan yang harmonis antarsesama manusia sebagai makhluk social, tetapi sekaligus merupakan revitalisasi terhadap tatanan social masyarakat setempat. Pengejewantahan aspek Palemahan dalam pengelolaan pariwisata menjunjung tinggi kearifan-kearifan ekologis masyarakat setempat. Kearifan ekologis merupakan segala tindakan manusia yang selaras dengan lingkungannya dan merupakan manifestasi dari system kepercayaan yang dianut.

Dengan memahami konsep ini secara lebih mendalam yang mana selaras pula dengan prinsip penyelenggaraan pariwisata, saya yakin pariwisata Bali akan bisa bertahan dengan kokoh untuk menghadapi persaingan. Tetapi , ketika konsep ini kemudian diabaikan, dan uang menjadi tujuan utama, kekacauan akan menjadi hasil akhir yang menyedihkan untuk kita semua. Sehingga ketiga kompoten tri hita karana haruslah dijalankan dengan seimbang agar pariwisata bali tetap ajeg lan lestari.


Comments

Popular posts from this blog

LEMBAGA PERKREDITAN DESA

ESSAY EKONOMI KREATIF

OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF UU NO 23 TAHUN 2021