CONTOH NOVEL SINGKAT KARYA : @YUNI_SUPARMINI (IG)

 

"Love in Silence"

By : Yuni Suparmini

 

Kulihat seorang pria duduk di sana. Seperti biasa dia sudah lebih dulu tiba. Segera kulangkahkan kakiku ke tempat tunggu bus itu lalu duduk dan menunggu bus. Kami terdiam, sibuk dengan pikiran masing – masing. Entah sudah berapa kali hal ini-selalu berdua di halte bus-terjadi, tetapi kami tidak pernah bertegur sapa. Tidak ada yang ingin memulai percakapan karena kami memang tidak saling kenal. Selain itu, kami juga bersekolah di sekolah yang berbeda.  Walaupun begitu, pernah satu kali ia membantuku. Itu terjadi beberapa waktu yang lalu. Saat itu seluruh diriku basah karena nekat menerobos hujan dari sekolah menuju halte bus. Aku tidak tahu kalau hari itu akan hujan jadi aku tidak membawa payung. Bus yang kutunggu belum juga datang padahal aku sudah menggigil kedinginan. Dia yang sudah ada disana melihat gerak – gerikku. Tiba – tiba ada sesuatu yang menutupi wajahku. Ternyata itu adalah jas sekolah yang ia pakai. Kurasa dia meminjamkan ini padaku karena melihatku yang kedinginan. Saat aku ingin mengucapkan terima kasih, dia sudah berlari menerobos hujan. Yah, jas itu aku kembalikan dua hari setelahnya. Dan semenjak itu, aku menjadi tertarik padanya. Tetapi aku terlalu takut untuk memulai percakapan walau hanya menanyakan nama. Bahkan saat mengembalikan jas itu aku tidak mengucapkan apa – apa. Aku ingin sekali mengetahui tentang dirinya, dimana ia tinggal, apakah ia memiliki saudara, apa makanan dan minuman favoritnya, dan apakah ia tertarik padaku.

******

Hari pertama di musim dingin, aku pun menunggu di tempat yang sama dengan posisi yang sama. Entah sudah berapa banyak bus yang berhenti di halte ini, namun hatiku sangat engggan untuk menaikinya sebelum kulihat wajahnya. “Dia tidak masuk sekolah?,” gumamku dalam hati. Detik demi detik terus berlalu, sore pun menghampiri ditambah desiran angin dingin menusuk ragaku. Aku tertunduk lemas, dan kulihat butiran salju berjatuhan di atas sepatuku. Saat kutatap ke seberang jalan, tak kusangka dia berdiri disana dengan balutan baju hangat dan mantel coklat menyelimuti tubuhnya. “Dia terlihat tampan dan berkilau bagai salju di tahun ini.” ucapku.

Dia melangkahkan kakinya di seberang sana, aku pun mengkutinya. Kurasa jalan menuju rumah kita sama. Dia terus melangkahkan kakinya mengikuti alur jalan, dan aku melangkahkan kakiku mengikuti alur kakinya. Entah sejak kapan aku mulai begini, rasanya menyenangkan, mendebarkan, namun dengan melihatnya membuat hatiku merasa senang.

Gelap pun mulai menyelimuti seluruh kota, aku menghentikan langkahku sampai disini karena hari ini sudah terlalu malam. Aku melihatnya dari kejauhan, terus melangkah melewati lorong gelap di perkotaan. Bayangannya semakin pudar dan lenyap. Tak ada seorangpun, hanya aku dan kegelapan yang ditinggalkan oleh bayangannya. Aku harus pulang.

******

Pagi yang cerah disambut salju tebal yang menyelimuti jalanan, setiap aku membuka mataku di pagi hari, aku hanya ingin harapanku menjadi kenyataan yaitu mengenalnya dan bisa bersekolah di sekolah yang sama dengannya. “Yas, bangun. Sudah siang begini nanti terlambat loh!.” Suara lembut itu memecahkankan lamunanku. “Iya, Ma.” Sahutku.

“Sarapan apa  pagi ini, Ma?.” “Ini mama udah siapin sandwich kesukaanmu dan bento untuk bekalmu di sekolah.” “Asik lah kalau begini.” Jawabku dengan ceria.

Waktu berlalu dengan cepat, saat inilah yang aku tunggu, menunggu seseorang di halte bus. “Sial aku lupa membawa syalku.” Gerutuku karena angin di musim dingin semakin dingin. Saat tiba di halte bus, aku melihatnya duduk sambil membaca buku. Aku tak berani duduk disampingnya, aku hanya bisa berdiri dan menggigil sembari berharap bus datang lebih awal. Denting jam terus berputar, bus tak kunjung datang. Aku merasa akan mati beku disini. Entah dia melihatku menggigil begini atau tidak, tapi ia memberikan syalnya padaku. “Pake ini aja. Kamu terlihat sangat kedinginan.” Untuk pertama kalinya aku mendengar suaranya. “Oh god, he talks with me?. This is the first time. I must note this in my daily book.” Suara hatiku. “Tidak usah, nanti malah kamu yang kedinginan, mungkin bus akan datang sebentar lagi.” Jawabku. “Tidak apa, aku tak mungkin mati membeku tanpa syal ini.” “Terima kasih.”

Percakapan kami berhenti di sana. Dan bus pun datang. Entah senang atau kesal dengan hadirnya bus ini. Namun tak apa, aku bisa berbicara dengannya walau singkat saja sudah sangat menyenangkan. “Syalnya wangi  banget.”

******

Seminggu berlalu, aku terus menantinya di halte bus namun ia tak kunjung datang. “Kemana ya dia? Hemm.. apa dia sakit? atau pindah rumah? yaelah belum kenalan udah ilang aja. Bad day ever.” Aku hanya bisa menatap dan memeluk syal yang ia berikan untukku. Hanya itu barang yang aku punya yang bisa mengingatkanku padanya.

Setelah sekian lama ia tak muncul, tanpa diduga aku melihat sosoknya di halte tempat biasa.

“Aku akan pergi.” Ujarnya tiba – tiba. Aku sedikit tersentak. Ini pertama kalinya ia bicara padaku setelah sekian lama. Aku terdiam. ‘Untuk apa ia mengatakan hal ini?’ pikirku.

“Kemana?” Setelah sekian lama terdiam akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya.

“California. Melanjutkan pendidikan.” Jawabnya. Jujur saja, dadaku sedikit sesak saat mendengarnya. Itu berarti kami tidak akan bertemu lagi untuk waktu yang cukup lama. Padahal aku ingin bertemu dengannya setiap hari meskipun kami tidak pernah berbicara. Berada di sisinya tanpa sadar membuatku nyaman. Seolah – olah ia melindungiku walau tanpa kata – kata. Aku menoleh menatap wajahnya. Untuk pertama kalinya aku melihat dengan jelas lekuk wajahnya. Rambutnya, matanya, hidungnya, dan bibirnya.

“Aku menyukaimu.” Bersamaan dengan ucapan itu ia menoleh dan menatap tepat di kedua bola mataku. Seketika tubuhku membeku. Aku membalikkan wajahku, tidak berani menatapnya. Aku bisa merasakan kedua pipiku yang menghangat. Tidak dipungkiri aku merasa sangat senang. Ternyata ia juga menyukaiku. Namun, ada keraguan dalam diriku mengingat kita tidak saling mengenal.

“Tapi kita tidak mengenal satu sama lain. Bahkan kita juga tidak mengetahui nama masing – masing. Bagaimana bisa-“

“Aku tidak tahu.” Potongnya. “Tapi yang pasti aku tertarik padamu semenjak kita pertama kali bertemu.”

Hiks. Aku menangis. Antara rasa senang dan sedih, aku tidak tahu yang mana. Ini terlalu mendadak. Disaat aku mengetahui ia juga menyukaiku, disaat itu pula aku harus berpisah dengannya. Bisa dibilang jarak antara Semarang dan daerahku ini sangatlah jauh. Tiba – tiba ia memelukku. Tangisku semakin menjadi. Seragamnya pasti basah karena air mataku.

“Hiks, a-aku juga menyukaimu, hiks.” Tidak ada jawaban. Tapi ia semakin memelukku erat. Beberapa lama kami terus dalam posisi seperti ini. Ia melepaskan pelukannya setelah tangisku reda.

“Maafkan aku yang pengecut ini.” Aku menggeleng pelan. Ini juga salahku yang tidak pernah berani untuk memulai. Setelah menghapus sisa air mata yang masih menempel di pipiku, aku berkata, “Sebaiknya kita berkenalan dulu. Kita bahkan belum mengetahui nama masing – masing.” Aku mengatakannya sambil tersenyum geli. Ia juga ikut tersenyum.

“Namaku Hendrick. Hendrick Delwyn. Kuharap kau mau menungguku sampai aku kembali.” Ujarnya. Aku tertawa mendengarnya. Rasanya geli mendengar orang yang tak pernah kita ajak bicara sebelumnya berkata seperti itu, tapi aku menyukainya.

“Hehe, namaku Yaseline. Yaseline Allura. Aku pasti akan menunggumu kembali.” Dan setelahnya kami membicarakan banyak hal. Hari itu aku sangat senang sampai mengira semuanya hanyalah mimpi. Tapi aku juga merasakan sedih. Hari itu juga hari terakhir dimana kami bertemu secara langsung.

Dan sampai detik ini aku masih merindukannya. Dialah Hendrickku yang dingin.

Comments

Popular posts from this blog

LEMBAGA PERKREDITAN DESA

ESSAY EKONOMI KREATIF

OTONOMI DAERAH DALAM PERSPEKTIF UU NO 23 TAHUN 2021